Judul Buku : Kaliluna : Luka di SalamancaPenulis : Ruwi Meita
Penerbit : Moka Media
Tahun Terbit : Cetakan pertama, 2014
Tebal : 276 halaman
ISBN : 978-979-383-248-7
Mimpi Kaliluna sebagai atlet panahan berakhir setelah jiwa dan raganya tergores di sebuah malam kelam. Ia percaya, satu-satunya tempat yang dapat menyembuhkan jiwanya yang pecah adalah tempat yang asing, seperti Salamanca, Spanyol.
Di Salamanca Kaliluna tinggal bersama ibu kandungnya, Frida. Perempuan yang meninggalkannya selama 17 tahun. Ini kali pertama Kali bertemu dengan ibu kandungnya. Namun, Kali membentengi dirinya bersama ibu kandungnya.
Ketika di Salamanca Kali hanya berada di apartemen selama satu Minggu, tanpa berbuat apapun. Dia hanya memandang semak-semak yang tumbuh di pinggir dermaga dari jendela apartemen. Suatu hari ia melihat seseorang mencabut semak-semak itu dan hal ini membuatnya gelisah.
Kaliluna tak mampu menahan kegelisahannya lagi. Dia keluar dari apartemen , menuju jalan setapak itu.(hal 46)
Saat itulah seorang laki-laki yang bernama Ibai mengamati Kali yang sedang memeluk semak yang tercabut itu. Di sini tidak ada penjelasan mengenai apakah Ibai merasa asing atau tidak ketika melihat Kali. Karena kita tahu, bahwa Kaliluna orang asia dan seharusnya ada narasi yang mengatakan kalau Kali orang asing. Tapi, di sini seakan-akan Ibai melihat Kali seperti gadis Salamanca yang menarik hatinya bukan gadis Asia yang menarik hatinya.
Pada waktu siesta Ibai selalu melewati Dermaga di mana Kali biasanya berada. Dia merasa tertarik dengan gadis itu. Suatu ketika dia bertekad untuk berkenalan dengan Kali namun, reaksi berlebihan terjadi pada Kali karena Ibai sedang membawa busur yang dititipkan Pijar padanya.
"Jauhkan busur itu. Aku tidak mau melihatnya,"(hal 75)
Ibai bertemu dengan Pijar dan bercerita bahwa dulunya Kali seorang atlet panahan. Ia berkata bahwa Kali memiliki kejadian kelam yang membuat Kali trauma jika melihat busur. Pijar berkata bahwa seharusnya Kali menyembuhkan traumanya itu dengan kembali memegang busur.
"Kata Ayahku dia harus memanah lagi untuk menyembuhkan traumanya"(hal 95)
Ibai lelaki yang pantang menyerah. Pada saat festival Lunes del Aqua Ibai mengajak Kali untuk makan di pinggir dermaga bersama puluhan orang lainnya. Saya sangat suka bagian ini, karena membayangkan festival yang ramai dan makan pinggir dermaga sembari bercerita dengan kerabat. Festival yang unik menurutku. Tapi, sayangnya Kali menolak. Namun, setelah melihat Ibai membawa setoples permen warna warni seperti permen kesukaannya, Kali menjadi tertarik. Akhirnya, Ibai mengajak Kali ke toko permen milik ibunya, Caramelita.
Caramelita toko mungil yang berwarna cokelat tua dengan papan bertuliskan abierta pada pintunya. Ada ukiran separuh hati atau daun di pegangan pintunya. Toko yang terkesan antik dan di dalamnya terdapat ribuan permen warna-warni. (hal 105)
"Ibai, apakah Kali tahu kalau kamu keponakanku?"(hal 116)
Menurutku seharusnya kenytaan ini tidak diungkap pada bab awal seperti ini. Karena sejak awal pembaca dibuat tidak mengetahui tanda-tanda bahwa Ibai masih ada hubungan saudara dengan Kali. Dan sejujurnya saya masih belum tahu hubungan saudara macam apa itu antara Ibai, Miguel, dan Frida. Kalau Miguel dan Frida sudah jelas. Suami Frida adalah saudara Miguel. Tapi, dengan Maite atau Ibai?
Pada bab selanjutnya, setelah Ibai berhasil membawa Kali ke toko permen, dia berhasil mengajak Kali berkunjung ke tempat-tempat menarik di Salamanca.
Ibai tidak muncul di Dermaga dan hal ini membuat Kali mencari-cari Ibai sampai di toko buku milik Ibai. Namun, di sana ia tidak menemukan Ibai dan malah tidak sengaja membeli buku puisi Pablo Neruda- buku puisi yang sering diucapkan oleh Ibai.
"...Hanya butuh waktu kurang dari lima menit seluruh jiwaku terampas habis."(hal 186)
Untuk perempuan yang pernah "diperkosa" dia bercerita begitu lancar bahkan terbilang banyak. Meskipun diceritakan Kaliluna sudah mati rasa dan menceritakan hal itu tanpa menangis. Buatku pemerkosaan adalah kejadian buruk bagi seorang perempuan apalagi di sini Kali masih berusia 17 tahun. Di mana di usia ini dia tetaplah remaja yang masih labil. Paling tidak seharusnya dia bercerita tidak panjang lebar dan suaranya bergetar. Menurutku seperti itu. Apalagi di bab selanjutnya ternyata Kali tidak sekedar diperkosa.
Pada bab selanjutnya Ibai mengajak ke tempat panahan milik Ayah Pilar. Awalnya Kali menolak, tetapi akhirnya dia menyetujuinya. Ketika Kali melihat busur dia pusing dan muntah.
Bab berikutnya Kaliluna sudah berhasil melawan rasa takutnya dengan busur. Saat ke rumah Ibai untuk mengembalikan busur milik Pilar, Kali melihat potret dirinya yang masih kecil di kamar Ibai. Ia terkejut dan marah besar pada Ibai. Akhirnya, dia tahu kalau Ibai keponakan Frida dan Ibai mengakui kalau dia mencintai Kali sejak dia masih kecil.
"Tidak, ular itu adalah aku. Ibai aku membunuh bajingan itu. Aku membunuhnya!"(hal 240)
Terus terang saya benar-benar tercengang di bagian ini. Benar-benar kejutan yang luar biasa.
"...,Kaliluna mengacungkan panah itu dan berhasil menancap di dada kiri laki-laki itu. CCTV di stadion yang membuktikannya. Karena itu dia bebas dari hukuman."(hal 250)
Kalimat karena itu dia bebas dari hukuman. Saya sudah bertanya pada teman saya yang polisi, apakah benar seseorang yang diperkosa kemudian dia membunuh si pemerkosa bebas dari hukuman? Jawabannya: Dia tidak bebas dari hukuman, tetapi mendapat keringanan dengan kata lain tetap dihukum tapi mendapat keringanan.
Dan, buat saya seorang perempuan yang diperkosa dan membunuh akan memiliki trauma jauh lebih dalam daripada Kaliluna. Dan, di sini saya belum tahu setelah kejadian itu ada jeda berapa tahun sampai Kaliluna memutuskan untuk ke Salamanca. Saya tidak tahu kejadian itu sudah berlangsung selama berapa tahun.
Pada akhir cerita, Arya, kekasih Kaliluna menjemput Kali ke Salamanca. Awalnya, Kali menyetujui untuk ikut Arya. Namun, pada akhirnya dia kembali pada Ibai. Dan, hubungan antara Kali dan Frida sudah membaik bahkan Kali mau memanggil Frida dengan sebutan "ibu".
"Kadang kamu harus melepaskan pegangan untuk melihat tempat baru. Daun berguguran di tanah setelah lama berada di atas pohon. Bukan berarti daun itu sudah berakhir. Dia memang harus gugur agar bisa menggemburkan tanah. Jika waktunya tiba pohon itu pun akan menumbuhkan lebih banyak daun di musim semi"(hal 149)
Seperti biasa novel Mbak Ruwi selalu enak dibaca. Buat saya novel bagus itu bukan dari ceritanya bagaimana, tetapi dari cara bercerita. Dan, Kaliluna ini adalah novel ketiga Mbak Ruwi yang saya baca setelah
Rumah lebah dan
Cruise Chronicle.
Untuk kaver saya tidak terlalu suka namun cetakannya bagus sesuai selera saya bahkan sangat suka.
Font-nya pun cukup dan enak di mata. Dan, pembatas buku yang unik.
|
Teutep ya, saya ikutan narsis |
Kenapa saya beri judul postingan ini seperti itu? Ya, karena memang Kali terluka di Yogya dan sembuh di Salamanca :D
*** dari 5 bintang
NB: Mbak Ruwi saya masih menunggu sekuel Rumah Lebah. Saya sangat-sangat suka dengan novel mbak yang satu ini *peluk*