Editor: Muhajjah Saratini, Misni Parjiati
Tebal: 184 halaman
ISBN: 978-602-7695-88-7
Blurb:
Suara kecil dari balik jendela kafe yang terkuak di sebelah kursi Aysila itu terdengar begitu lamat. Nyaris punah ditelan bising hujan. Suara yang amat dikenal Asyila dengan baik, yang begitu karib dengan hari-harinya.
Setelah diam beberapa jenak untuk berpikir, Aysila menjulurkan kedua lengannya ke luar jendela, memenuhi pinta suara yang lirih itu. Ia biarkan tubuhnya ditarik dari luar dan hinggap sempurna dalam pelukan tubuh yang hangat itu.
Hujan kian mengendur. Hujan kian menyusut. Tapi tidak dengan sepasang kelopak mata Aysila yang katup. Air hangat yang tak lagi sanggup dibendung tanggul hatinya yang kian nganga dibabat luka begitu deras menetas di pematang matanya. Berjatuhan ke pipinya, lalu sebagiannya hinggap ke dagu dan lehernya, dan sebagian lainnya jatuh ke tanah, larut bersama air hujan, kemudian lesat entah ke mana….
Inilah kumpulan cerpen terbaru Edi AH Iyubenu (Edi Akhiles), yang sebagiannya telah dipublikasikan di media massa seperti Horison dan Suara Merdeka. Membaca buku ini laksana menatap dalam-dalam sebuah lukisan orang hidup yang penuh misteri; sedih yang begitu pilu, sepi yang sangat senyap, hingga hidup yang terasa telah mati.
Resensi:
Hujan pertama untuk Aysila, merupakan kumpulan cerita pendek dan sebagian besar dalam cerita-cerita tersebut menggunakan nama Aysila, Akhiles,
Dalam cerpen Hujan Pertama untuk Aysila, penulis mengambil sudut pandang orang ketiga terbatas milik Aysila Dilara, si gadis buta yang setia menunggu Pamuk, kekasihnya. Dan, ada juga mengenai cerita Menangkap Nawang Wulan, dan kisah-kisah lainnya.
Saya tidak akan memberikan penjelasan satu per satu mengenai cerita-cerita dalam buku ini, karena tentunya akan lebih panjang daripada isi buku sendiri. Secara garis besar, sang penulis menceritakan dengan sudut pandang orang ketiga, dan terkadang orang pertama. Awalnya, saya sempat ragu mengenai isi dalam cerita, katakanlah cara bercerita. Saya takut, dalam narasi akan saya temui kalimat-kalimat yang membuat pembaca tertawa seperti khasnya sang penulis ketika membuat tulisan dalam artikel dan cerita-cerita singkat dalam status media sosialnya. Namun, saya salah besar. Narasinya sangat apik dan enak dibaca. Sangat sastra, kalau boleh saya bilang.
Isi dalam buku ini terdiri dari dua belas cerita, yang di awali dengan cerita sesuai judul dan di akhiri oleh cerita Tukang Cerita yang Tak Lagi Jatuh Cinta pada Telepon Genggamnya.
Dari keseluruhan cerita-cerita tersebut, saya paling menyukai kisah Kue Tart yang Setia Dijaganya. Tentang lelaki player yang mencintai dua orang gadis, dan membuat salah satu gadis itu menunggu.
Jika, teman-teman membutuhkan cerita ringan dan asik, kumpulan cerpen ini wajib dimiliki
No comments:
Post a Comment